Senin, 19 Desember 2011

AL KHALIQ | AL BAARI' | AL MUSHAWWIR



AL KHAALIQ (Yang Maha Pencipta), AL BAARI' (Yang Maha Mengadakan), AL MUSHAWWIR (Yang Maha Pembentuk); Ketiganya dianggap sinonim dan semuanya menunjukkan penciptaan. Segala sesuatu yang ada dari ketiadaan perlu direncanakan lebih dahulu, diwujudkan sesuai rencana (AL MUQADDIR/Yang Maha Merencanakan) dan dibentuk setelah dilahirkan.

Dapat dimisalkan sebuah bangunan yang memerlukan seorang yang menentukan barang yang dibutuhkannya; kayunya, batu bata, lahan, maupun jumlah bangunan lengkap dengan panjang dan lebarnya. Ini adalah tanggung jawab seorang arsitek, yang akan membuat sketsa desainnya. Kemudian membutuhkan seorang pembangun yang memulai dari pembangunan fondasi. Kemudian dibutuhkan seorang ahli dekor untuk memperidah penampilannya.

Ini adalah hal yang lazim dalam perencanaan, pembangunan, pendesain. Akan tetapi Allah melebihi hal itu semua, Karena Dia adalah Perencana, Pemula, Dekorator dan Dia adalah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Mengadakan dari tiada dan Yang Maha Pembentuk.


Imam Al-Ghazali

______________________________________________


“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl: 79)

Allah yang Maha Membebaskan, demikian arti kata al Baari. Tapi arti lain terkandung dalam kata yang sama, Maha Membentuk, Maha Membuat dan Maha Menyeimbangkan.

Maha Besar Allah, yang menciptakan sesuatu dari tiada, bahkan dari hampa. Kemudian mengurai kembali menjadi tak ada. Sungguh, bagi siapapun yang memikirkan proses penciptaan, tak ada kata lain selain kalimat tasbih.

Dia yang menciptakan, lalu kepada manusia diberi kebebasan, untuk memilih satu dari dua jalan. Jalan takwa yang menjanjikan surga. Atau jalur fujur yang terasa nikmat, tapi sesungguhnya penuh dengan bencana dan laknat.

Tapi, seringkali kita lupa untuk selalu meminta kepada-Nya. Kita sering menganggap ada dzat lain selain Dia yang mampu membebaskan manusia, entah dari kesulitan atau kesempitan.

Yaa baari’u abri’naa minasy syirki wal maradhi wal fitnati. Ya Allah, Tuhan yang Maha Membebaskan. Bebaskan kami dari kesyirikan. Bebaskan kami dari segala penyakit. Bebaskan kami dari fitnah keji yang akan menimpa.

Sungguh, sering kami lupa, wahai Tuhan Seru Sekali Alam, bahwa hanya Engkau yang mampu membebaskan. Hanya Engkau yang mampu membentuk, memperindah dan menyeimbangkan. Maka, ingatkan kami selalu pada segala kebesaran-Mu. Tanamkan di hati kami, patrikan di kepala kami, ketika sujud, ketika ruku, bahwa tak ada yang layak dibesarkan dan tak ada yang patut diharapkan, kecuali Engkau.

Ya Baari. Wahai Pembebas dari segala pembebas. Bebaskan kami dari belenggu kemalasan, kemunafikan, kemunkaran, kezaliman dan kemaksiatan. Lebih dari segala, doa kami pada-Mu, bebaskan kami dari musuh-musuh yang ingin menyesatkan kami dari jalan yang benar.

Ya Baari, bebaskan saudara kami dari kepungan musuh. Bebaskan mereka dari kezaliman. Antarkan mereka pada pintu-pintu hidup penuh berkah. Selamatkan dan tinggikan derajatnya. Dimana saja mereka berada. Di Palestina, Gaza dan Tepi Barat, Jerusalem dan al Aqsa. Di Irak dan Chechnya. Di Afghanistan dan Pakistan. Di Thailand dan Filipina Selatan. Di Indonesia dan di tanah-tanah lain di penjuru dunia.

Ya Baari, jangan jadikan dunia membelenggu kaki, tangan dan hati mereka. Sehingga kami dipimpin oleh para pemimpin yang hanya takut pada-Mu. Sehingga kami dipimpin oleh para pemimpin yang sangat takut jika keadilan dan kebenaran tidak ditegakkan.

Ya Baari, bebaskan kami dari penjara dunia. Buanglah rasa takut yang sering menggelayut di dada. Hanya kepada-Mu kami berlindung, dan tidak ada tempat lain untuk berlindung. Hanya kepada-Mu kami meminta, dan tidak ada tempat lain untuk meminta. Hanya kepada-Mu kami kembali, dan seburuk-buruknya tempat kembali adalah murka-Mu karena kezaliman kami.

“Dan Allah mengeluarkan kami dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu. Dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS An Nahl: 78)

Duhai yang Maha Pencipta, izinkan hamba menyebut dan menulis nama-Mu yang Maha Mulia. Sungguh betapa agung nama-Mu, yang telah menciptakan segala. Rasanya, dengan hati dan perasaan malu, kami membisikkan nama-Mu. Karena Engkau telah menciptakan segala, tapi kami tak jenuh-jenuh berbuat dosa.

Janganlah Engkau kunci hati kami. Jangan pula Engkau tutup jiwa kami. Dari kebenaran-Mu. Dari kebesaran-Mu. Sungguh, kami tak ingin Engkau butakan. Sungguh, kami tak hendak Engkau campakkan.

Duhai yang Maha Pencipta, izinkan hamba menyebut dan menulis nama-Mu dengan segenap jiwa yang penuh alpa. Tidak saja karena takut, tapi juga penuh rasa malu. Betapa sayangnya Engkau pada kami, tapi betapa durhakanya kami atas semua nikmat yang Engkau beri.

Kami terlalu sibuk memikirkan tentang apa yang kami bisa dan apa yang kami mampu. Padahal, dibanding izin-Mu, sungguh malu jika kami merasa bisa dan mampu. Engkau hamparkan bumi. Engkau turunkan hujan. Engkau tumbuhkan tanaman. Engkau jadikan kehidupan. Dan kami masih terus menerus durhaka, dengan berbuat dosa.

Duhai yang Maha Pencipta, izinkan hamba menyebut dan menulis nama-Mu dengan segenap ruh yang mudah luluh. Ampuni kami Gusti, yang seolah lupa betapa luasnya langit, betapa bergeloranya samudera. Dan semua itu, hanya Engkau yang menciptakannya.

Rasul-Mu saja, betapa takut dan malu menatap langit yang begitu luas. Takut karena merasa sangat kecilnya manusia. Malu karena, betapa lemahnya manusia.

Tapi Engkau Maha Menepati janji, wahai Sang Pencipta. Yang lemah akan menjadi kuat, dengan menyebut nama-Mu. Yang takut menjadi berani, dengan menyebut nama-Mu.

Maka izinkam kami, duhai Gusti yang Maha Pencipta, untuk berdzikir dengan nama-Mu, al Khaliquu. Karena, kami semua adalah ciptaan-Mu. Dan kami sungguh takut, jika Engkau melupakan kami atas dosa dan laku durhaka yang tak henti-henti. Ampuni kami Gusti.

“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (QS al Infithaar: 7-8)

Lihatlah gumpalan awan di angkasa yang luas. Bergulung-gulung, berombak-ombak. Lalu tanyakan pada diri sendiri, siapa yang mengukirnya?

Lihatlah berjuta jenis ikan di lautan. Warna-warni tiada terperi. Betuknya pun luar biasa indah. Wahai, siapa yang membentuknya?

Lihatlah wajah-wajah manusia. Tubuh mereka sempurna. Tercipta dua kaki yang mampu berlari dengan lenturnya. Tercipta dua tangan yang mampu menari dengan bebasnya. Rupanya pun, hampir tak yang pernah sama. Siapa gerangan yang menyusun reka bermacam rupa?

Hidung dan bibir, mata dan alis berbagi tempat di dalam wajah. Rambut dan telinga, melengkapi bentuk yang sempurna. Duhai, begitu rapi tertata.

Tangan berjari. Mulut bergigi. Tak pernahkah terpikir oleh kita, betapa indah letak semua. Sungguh, hanya Allah, al Mushawwir yang mampu membentuknya.

Alangkah sombongnya manusia, yang hanya mampu mencuri dari alam semesta, lalu dengan pongah menamakan karyanya sebagai hasil mutlak usahanya. Lihat saja kupu-kupu di kebun bunga. Tak ada yang mampu melakukan dan menyusun kombinasi warna seindah kepakan sayapnya.

Tapi manusia yang hanya bisa meniru, memproklamasikan diri sebagai pencipta.

Mari beristighfar, memanjangkan ucapan ampun pada yang Maha Pembentuk. Al Mushawwir, duhai yang Maha Membentuk, ajarkan kami mengukir jiwa yang bersih. Ajarkan kami membentuk akhlak yang tinggi. Sesungguhnya hanya kepada-Mu kami berserah diri.


Herry Nurdi
http://fiqhislam.com/i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar