Minggu, 18 Desember 2011

RUU Pengadaan Tanah

RUU Pengadaan Tanah menjadi dasar pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Hadirnya RUU Pengadaan tanah sangat disambut baik pemerintah dan sangat ditunggu Investor.

DPR RI akhirnya mengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menjadi UU, setelah sebelumnya banyak interupsi.

Pengesahan RUU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum itu dilakukan pada rapat paripurna penutupan masa persidangan II tahun 2011-2011 di Gedung, MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung Wibowo, yang memimpin rapat paripurna akhirnya mengetukkan palu tanda disahkannya RUU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

UU Pengadaan Tanah akan menjadi babak baru dalam kehidupan bangsa ini. Bukan hanya di bidang ekonomi, tapi juga di bidang hukum, sosial, dan keamanan. Kita berharap, UU ini menjadi angin perubahan yang menyejukkan. Begitu banyak manfaat yang bisa kita petik saat UU Pengadaan Tanah diberlakukan kelak.

UU Pengadaan Tanah akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, investor, dan pemerintah. Dengan diberlakukannya UU ini, masyarakat yang tanahnya dibebaskan demi kepentingan publik akan memperoleh harga tanah yang wajar. UU ini memungkinkan penetapan harga tanah secara riil, transparan, dan kredibel, bukan harga semu yang diciptakan para cukong, centeng, dan mafia tanah sebagaimana terjadi selama ini.

Di sisi lain, investor akan punya kalkulasi yang lebih feasible. Mereka tidak perlu khawatir harga tanah digelembungkan atau diciutkan. Itu karena harga tanah yang dibebaskan akan ditangani penilai independen berdasarkan kriteria-kriteria yang kredibel, transparan, dan akuntabel.

Poin paling krusial yang menjadi “ruh” UU Pengadaan Tanah adalah kewajiban pemilik lahan melepaskan hak kepemilikan atas tanahnya untuk kepentingan umum setelah melalui uji publik. Pemilik berhak mengajukan banding hingga Mahkamah Agung (MA), namun hanya terkait nilai ganti rugi dengan batas waktu maksimum 74 hari.

Kita tak bisa berpaling dari fakta banyaknya pembangunan jalan tol yang mangkrak gara-gara lahannya sulit dibebaskan. Kita juga tak bisa memungkiri pembangunan bandara, pelabuhan, jalan raya, rel kereta api, dan fasilitas public lain yang terbengkalai setelah harga tanahnya melejit setinggi langit. Benar, semua itu terjadi karena tidak adanya payung hukum yang memadai. Padahal, kita tak perlu memutar otak untuk memastikan Indonesia adalah negeri miskin infrastruktur.

Dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, infrastruktur di negara kita jauh tertinggal. Berdasarkan World Economic Global Competitiveness Report 2010-2001, ketersediaan infrastruktur di Indonesia masih memprihatinkan. Tak mengherankan jika kalangan investor asing masih menganggap Indonesia sebagai negara tujuan investasi kelas dua.

Kita menyadari, ketersediaan infrastruktur adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Sebuah negara mustahil bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi tanpa infrastruktur yang memadai. Infrastruktur tak hanya menjadikan kegiatan ekonomi lebih murah, mudah, dan efisien, tapi juga memberikan stimulan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya dalam penyerapan tenaga kerja. Bukankah proyekproyek pembangunan infrastruktur merupakan sektor padat karya, sehingga sangat efektif menekan angka kemiskinan dan pengangguran?

Kita sepakat, UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan harus punya “daya dobrak” yang kuat bagi perekonomian nasional saat diberlakukan kelak. Pada tahap awal, UU ini setidaknya harus mampu mendorong penyerapan APBN lewat belanja modal proyek-proyek infrastruktur. Penyerapan anggaran yang terdistribusi dengan baik akan menjadikan pertumbuhan ekonomi nasional lebih berkualitas.

Pada tahap berikutnya, UU Pengadaan Tanah harus mampu memicu pembangunan proyek-proyek infrastruktur lewat skema kemitraan pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP), terutama proyek-proyek infrastruktur bernilai ratusan triliun rupiah yang masuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Di luar itu semua, kita juga harus sepakat bahwa UU Pengadaan Tanah akan tetap tumpul jika tidak didukung produk hukum turunan yang lengkap, jelas, tegas, komprehensif, dan aplikabel. Di sinilah pentingnya kita mendorong pemerintah membuat peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden (keppres), peraturan presiden (perpres), instruksi presiden (inpres), hingga keputusan menteri (kepmen) yang benar-benar mumpuni, agar UU Pengadaan Tanah tidak menjadi macan ompong di kemudian hari. (http://www.investor.co.id/tajuk/uu-pengadaan-tanah-jangan-sampai-tumpul/26186)


http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2011/12/ruu-pengadaan-tanah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar